TNews, PESISIR SELATAN – Polemik pembangunan Pasar Surantih di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, kembali mencuat ke permukaan. Proyek yang sempat terhenti ini, hingga sekarang masih terkendala oleh permasalahan status kepemilikan lahan.
Lokasi pembangunan pasar ternyata berada di atas tanah ulayat milik masyarakat adat Kenagarian Surantih. Hal ini berarti, untuk melanjutkan pembangunan, pemerintah daerah harus mendapatkan persetujuan resmi atau hibah lahan dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) Surantih.
Jika pemerintah kabupaten nekat melanjutkan, maka terdapat sejumlah konsekuensi yang akan dihadapi, sebab membangun tanpa izin di tanah ulayat merupakan pelanggaran terhadap hukum adat yang berlaku.
Tindakan itu barang tentu dapat memicu konflik internal di komunitas masyarakat adat, termasuk dengan pemerintah kabupaten.
Pembangunan tanpa izin juga dapat memicu sengketa tanah yang berkepanjangan. Masyarakat adat yang merasa haknya dilanggar dapat mengajukan gugatan hukum untuk merebut kembali tanah mereka.
Kemudian, kerusakan hubungan sosial juga berpotensi terjadi karena dengan tetap dilanjutkannya pembangunan, maka kepercayaan masyarakat adat terhadap pemerintah daerah akan terkikis, sehingga dapat merusak hubungan sosial yang telah terjalin selama ini.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengingatkan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan terkait pentingnya menyelesaikan persoalan status kepemilikan lahan Pasar Surantih.
BPK juga merekomendasikan agar pemerintah daerah melakukan pemetaan risiko dan menyusun mitigasi untuk menghindari masalah serupa di masa mendatang.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Perdagangan dan Transmigrasi Pesisir Selatan, Afriman Julta, menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya mencari solusi terbaik.
“Kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini dan berharap pembangunan Pasar Surantih dapat dilanjutkan secepatnya,” ujar di Painan, Senin, 09 September 2024.*
Peliput: PBP